Pengusaha batik di Indonesia tidak perlu khawatir dengan adanya isu mengenai pematenan batik oleh negara lain. Batik merupakan warisan leluhur dan tidak jelas siapa penciptanya. Produk yang dapat dipatenkan adalah produk yang berteknologi baru dan ada penciptanya. Oleh karena itu, batik tidak mungkin dipatenkan oleh siapapun.
Demikian disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pernyataan tersebut menanggapi keresahan sejumlah pengusaha batik di Kota Pekalongan terkait munculnya isu mengenai pematenan batik oleh Malaysia.
Kalla mengatakan, pematenan batik oleh Malaysia tidak mungkin terjadi. Batik merupakan warisan leluhur yang sudah ada sejak lama. Oleh karena itu, tidak ada satu orang pun yang dapat mengklain sebagai pencipta batik.
Selain itu, batik yang dihasilkan di Malaysia sangat berbeda dengan batik yang dihasilkan di Indonesia. Motif batik Malaysia lebih berbentuk gambar-gambar, seperti bunga dan berwarna-warni.
Menurut Kalla, proses pematenan sebuah produk memerlukan berbagai syarat. Produk yang dipatenkan harus berteknologi baru dan ada penciptanya. Oleh karena itu, pengusaha batik di Indonesia tidak perlu khawatir dengan adanya isu pematenan batik oleh Malaysia.
Selama ini, batik merupakan komoditi yang sudah dikenal masyarakat dan menjadi menjadi bagian hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu, batik harus dijaga dan dikelola agar mampu memberikan nilai ekonomis.
Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah melakukan inovasi desain dan rancangan. Dengan demikian, batik tidak hanya dapat dimanfaatkan dalam acara-acara tertentu, namun juga dapat digunakan untuk busana sehari-hari.
Kalla mengatakan, saat ini kompetesi usaha di dunia meliputi tiga hal, yaitu kualitas, harga, dan kecepatan pengiriman. Pengusaha harus memiliki spirit untuk bersaing di dalamnya. Diharapkan, batik dapat menjadi gaya hidup masyarakat.
Fatiyah, salah satu pengusaha batik di Kota Pekalongan mengatakan, selama ini pengusaha batik resah dengan adanya isu pematenan batik oleh Malaysia. Apabila itu terjadi, pengusaha batik di Indonesia akan menghadapi banyak kendala. Mereka harus membayar royalti ke luar negeri, apabila memproduksi dan menjual batik.
Ketua Kamar Dagang Indonesia atau Kadin, MS Hidayat mengatakan, isu pematenan batik oleh Malaysia muncul satu tahun yang lalu, saat berlangsung pameran di negara tersebut. Saat itu salah satu stan batik dari Malaysia mengaku sedang mengurus izin pematenan batik.
Oleh karena itu, Kadin meminta pemerintah untuk mengatasi persoalan itu. Batik harus tetap menjadi milik bangsa Indonesia. Hingga saat ini, produksi batik di Indonesia telah mencapai 48.000 unit usaha dan menyerap sekitar 800.000 tenaga kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar