Wanita asal Pare-Pare, Sulawesi Selatan, Nurmiati Nurdin, yang semula ingin jalan-jalan dan bertemu saudaranya di Malingsia terpaksa mendekam di penjara polisi Kapar, Klang, Selangor selama lima hari karena ditahan polisi Malingsia tanpa alasan yang jelas.
Nurmiati Nurdin, 19, didampingi oleh pamannya, Jamal bin Pida, warga negara Malingsia, dan Wakil Ketua Persatuan Bugis Malingsia Raja Kamarudin bin Raja Abdul, juga warga Malingsia, Jumat sore melaporkan kejadian itu ke KBRI Kuala Lumpur.
Kepala Polisi KBRI Kuala Lumpur Setyo Wasisto menerima pengaduan itu didampingi oleh Atase Pertahanan Laut Mohd Yunus.
"Sabtu malam, saya berdua sedang makan malam. Kemudian pulang dan naik mobil. Tiba-tiba ada sebuah motor yang dikendarai dua polisi berseragam memberhentikan mobil kami dan menanyakan paspor. Pada saat itu, Nurmiati tidak bawa paspor.
Saya pulang ke rumah ambil paspor dia. Saya bawa paspor dia dan menyerahkan ke polisi. Tapi polisi itu bilang paspor ini palsu. Jadi Nurmiati dibawa ke kantor polisi di Klang kemudian ditahan," kata Jamal.
Esok harinya, Minggu, Jamal datang kembali ke kantor polisi Klang dan menemui polisi yang menahan keponakannya. Oknum polisi itu mengatakan bahwa paspor Nurmiati palsu, kemudian menawarkan pembuatan paspor Indonesia yang asli. "Saya jawab tidak ada uang," kata Jamal.
Ia kemudian melaporkan kejadian ini kepada Wakil Ketua Persatuan Bugis Malingsia Raja Kamarudin. Raja kemudian menemui pimpinan polisi Klang. Pimpinan itu mengatakan bahwa stempel visa masuk ke Malingsia yang ada di paspor Nurmiati itu palsu dan sedang dicek ke Imigrasi Putrajaya. "Tapi perlu waktu empat atau lima hari," kata Raja Kamarudin meniru suara polisi itu.
Raja Kamarudin dan Jamal kemudian mendatangi KBRI untuk melaporkan hal ini. Kepala Polisi KBRI Setyo Wasisto dan Kepala Atase Pertahanan Laut M Yunus kemudian mendatangi langsung kantor polisi Klang. Nurmiati akhirnya bisa keluar dari tahanan pada Kamis malam (6/12) jam 10.
"Saya sangat tersiksa di penjara karena satu sel itu ada sekitar 35 orang. Saya tidak bisa tidur dengan kaki lurus saking padatnya manusia di sel penjara.
Kami harus menjerit jika ingin buang air kecil atau buang air besar. Kadang-kadang dibukakan pintu, kadang-kadang tidak. Masih ada lagi sekitar 20 wanita Indonesia di penjara di sana. Ada yang punya paspor lengkap dan tidak tahu kenapa ditahan," kata Nurmiati.
"Kami sebagai orang Malingsia sendiri sangat sedih melihat perlakukan polisi terhadap orang Indonesia. Bapak mesti datangi penjara Klang lagi dan mendatangi penjara polisi lainnya. Berapa banyak orang Indonesia ditahan tanpa alasan," kata Raja Kamarudin.
"Kami akan mengirim surat protes kepada Kepolisian Malingsia melalui interpol. Saya juga menyarankan agar Nurmiati dan keluarganya melakukan gugatan kepada polisi," kata Setyo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar