KEPERGIAN sang istri mengadu nasib ke negeri seberang dua tahun lalu, sempat membuat Hardi, 43, bimbang. "Akankah dia bahagia di sana? Akankah kami bisa berkumpul kembali bersama anak-anak?" Demikian pertanyaan yang sempat berkecamuk di dalam benak Hardi saat itu.
Hari demi hari berganti. Kerinduan yang mendalam akan kehadiran sosok sang istri, kini tidak akan pernah terwujud lagi. Berita duka yang diterimanya melalui telefon, membuat harapan Hardi sirna seketika. Sang istri pergi untuk selama-lamanya akibat suatu penyakit.
Bahkan jenazah sang istri tidak bisa dibawa pulang ke Medan karena ketiadaan biaya.
Saat ditemui Waspada di kediaman orangtuanya Jln. Sakti Lubis Gg. Mas Medan, Rabu (8/8), Hardi terlihat begitu pasrah. Meski berusaha tersenyum menyambut kehadiran wartawan, namun masih terlihat jelas kedukaan di raut wajahnya.
Hardi mengisahkan, sekitar tahun 2005 istrinya, Siti Ramlah Pulungan, 55, mendapat tawaran bekerja di Malaysia sebagai pembantu rumah tangga. Dengan tekad ingin membantu perekonomian keluarga, karena sang suami hanya bekerja sebagai sopir, Siti meneguhkan niatnya untuk bekerja ke Malaysia.
Menurut Hardi, istrinya berangkat ke Malaysia bukan melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) tetapi melalui agen perseorangan dan menggunakan transportasi kapal laut. Namun tidak diketahui di kota mana Siti bekerja.
Waktu pertama kali bekerja sebagai PRT, Siti sempat mengeluh karena majikannya terlalu cerewet. Bahkan sang majikan menahan paspornya agar Siti tidak bisa melarikan diri. Diduga karena tidak tahan dengan perlakuan majikannya, Siti nekad melarikan diri ke tempat penampungan temannya. Malangnya, paspor milik Siti ditahan oleh majikan tersebut sehingga dia tidak bisa kembali ke Medan.
Sejak itu, Siti selalu berpindah-pindah bekerja sebagai PRT. "Beberapa kali, dia pernah mengirimkan uang kepada saya sebesar RM 200. Terakhir dia menelefon dan memberitahukan akan pindah bekerja ke tempat Tari," ujar Hardi.
Pada 1 Agustus 2007 sekira pukul 22:00, telefon di rumah orang tua Hardi berdering. Namun tidak ada satu pun penghuni rumah yang mengangkatnya. Keesokan harinya, 2 Agustus 2007 sekira pukul 07:00 telefon kembali berdering. Saat itu, Yeni Maylinda, 28, (adik kandung Hardi) yang mengangkatnya.
Terdengar suara seorang wanita dengan logat Malaysia yang mengaku bernama Bibi Tari. Wanita tersebut mengabarkan bahwa Siti telah meninggal dunia akibat menderita sakit perut disertai mencret dan muntah.
Bibi Tari yang mengaku berasal Bandung dan menetap di Malaysia ini mengatakan, bahwa Siti baru tiga hari bekerja sebagai PRT di rumahnya. Tiba-tiba dia terserang penyakit dan meninggal dunia.
Ketika pihak keluarga meminta agar jenazah Siti dimakamkan di Medan, Bibi Tari mengatakan biayanya terlalu mahal. "Saat itu, dia bilang biaya untuk memberangkatkan jenazah Siti dari Malaysia ke Medan sekitar RM 5.000," ujar Hardi.
Karena pihak keluarga tidak mempunyai uang, akhirnya Bibi Tari menawarkan agar jenazah Siti dimakamkan di Malaysia dengan syarat harus mendapat izin terlebih dahulu dari seluruh keluarga di Medan.
Saat itu, Hardi sempat berkeinginan untuk berangkat ke Malaysia guna melihat jenazah istrinya untuk yang terakhir kali. Namun karena tidak ada uang, akhirnya Hardi terpaksa merelakan jenazah istrinya dimakamkan di negara tetangga tersebut.
Setelah beberapa hari Siti meninggal, tidak ada satu orangpun utusan dari majikan atau agen perseorangan yang memberangkatnya mendatangi keluarga Hardi untuk menyampaikan rasa belasungkawa.
Sang majikan hanya mengatakan bahwa salah seorang anaknya ada yang bermukim di kawasan Marelan. "Saya sempat berbicara dengannya lewat telefon dan dia meminta alamat saya. Tapi sampai saat ini, dia tidak kunjung datang," ujar Hardi.
Setelah kepergian istrinya, kini Hardi harus berusaha membiayai sekolah kedua anaknya yakni Herry Purnama, 17 dan Putra Adiguna, 12. Hardi mengakui, selama ini istrinya banyak membantu biaya sekolah kedua anaknya tersebut.
Hardi mengharap kiranya pemerintah daerah dan DPRD dapat membantu menyelesaikan permasalahannya tersebut. "Sebenarnya saya tidak yakin dia meninggal karena saya belum melihat jenazahnya. Rasanya saya ingin berangkat ke Malaysia untuk melihat kuburannya," ujar Hardi dengan nada sedih. (m26)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar